Nama :Maulaya zulfa farida
Nim :010113a068
Prodi :PSIK B
SEJARAH DESA SIRAHAN DAN PEMERINTAHAN
Desa
Sirahan terletak di wilayah perbatasan Kabupaten Pati - Jepara. Desa
sirahan Dikenal sebagai pusat pendidikan
keagamaan.
Dalam
catatan sejarah desa, Kepala Desa Sirahan yang pertama bernama .Sareman sekitar
tahun 1638. Beliau seorang prajurit Mataram dan pernah terlibat dalam
pertempuran melawan Belanda di Batavia. Pendekatan logika penentuan awal
pemerintahan Desa Sirahan sekitar tahun 1638 adalah, perang Mataram di Batavia
tahun 1628, usia orang menjadi prajurit, sekitar usia 30 tahun dan usia orang
terpilih menjadi Kepala Desa, sekitar 45 tahun. ( 1628 – 30 = 1598).
Nama-nama Kepala Desa Sirahan adalah :
1. Sareman ( 1643 - ……)
2. Sakiyo ( ……. -1832 )
3.
Singodiwiryo Slamet ( 1833 - …….)
4. Sapar ( ……. - 1897)
5. Suyadi (1898) - 6 bulan.
6. Kromo Sapar (1899 -1925) – 26 tahun.
7. Singo Guno (1925 -1945) – 20 tahun.
8.
Sariman (1945 -1969) – 24 tahun. ( Pjs. H Ali Ridlo) (1969 -1975) – 6 tahun.
9.
H Imam Muslim (1976 -1984) – 8 tahun.
10.H
Fuad Zainuri (1985 - 2007) – 22 tahun
11.
Fadhul Ulum Afandi (2008 - )
SEKILAS
TENTANG DESA SIRAHAN Sareman, kepala desa Sirahan pertama dikenal pemenang
sayembara membongkar batu besar yang menghalangi penyempurnaan pembangunan
irigasi yang diselenggarakan oleh pemerintah Belanda yang merencanakan saluran
irigasi mencapai wilayah Tayu, maka bendungan (sambong) yang sudah ada akan
dipindah ke lokasi yang lebih atas (tinggi). Sebelum ada bendungan yang
terletak di selatan Desa Sirahan,
sudah
ada bendungan yang berlokasi di utara Watu Tumpuk bernama bendungan Karang
Nongko.Hanya berbekal makanan buah pace, Sareman mampu menggempur batu-batu
yang sebelumnya tidak mempan diledakkan dengan dinamit. Akhirnya batu itu
berhasil disingkirkan dan bendungan pun pindah ke lokasi yang lebih tinggi dan
sungai itu diberi nama “Kali Kontrak” berasal dari kata “kontrak” dengan
Belanda dan pemenangnya memperoleh hadiah tujuh turunan bebas dari pajak. Kisah
tentang bebas pajak itu ada dua versi. Ada yang mengatakan, yang terbebas pajak
hanyalah keturunan Mbah Sareman, namun ada yang mengatakan bebas pajak itu juga
berlaku bagi seluruh masyarakat Desa Sirahan. Sayangnya, surat perjanjian
dengan pemerintahan Belanda itu hilang (terbakar). Sumber lain mengatakan
sengaja dibakar oleh pihak-pihak tertentu hingga ketentuan bebas pajak agar
tidak berlaku. Keberadaan Watu Tumpuk hingga sekarang masih dapat kita
saksikan. Pada bagian atas nampak sekumpulan batu besar tersusun rapi. Pada
bagian bawah disebut bentuknya pipih seperti papan dan disebut Batu Gebyok.
Putri Cina Pemerintahan Desa Sirahan terjadi
pada masa kejayaan Mataram dibawah Raja ke-3, Sultan Agung. Mataram pada masa
itu memiliki wilayah kekuasaan meliputi Jawa-Tengah, Jawa Timur dan sebagian
Jawa Barat. Wilayah yang bukan pantai disebut “Mancaneraga”. Mancanegara Wetan
yang sekarang kita kenal sebagai Jawa Timur, dan Mancanegara Kilen yang yaitu
Jawa Tengah dan sebagian Jawa Barat. Wilayah pantai, seperti Pati, Jepara,
Tegal, termasuk wilayah “Pesisiran”. Inipun Pesisir kilen pemerintahannya di
Tegal dan pesisiran wetan di Jepara. Perbatasan antara kadipaten Jepara dengan
Pati adalah Sungai Gelis. Desa Sirahan masuk wilayah kadipaten Pati dibawah Adipati Pragolo. Menurut cerita, karena
jasanya dalam perang Mataram di Batavia itu, Sareman diberi hadiah Putri Cina.
Karena itu, anak-cucu Mbah Sareman sebagian bermata sipit mirip Cina.Pernikahan
Sareman dengan Putri Cina menurunkan putra tunggal bernama Poting. Poting
kemudian memiliki keturunan bernama Singo Teko. Singo Teko adalah ayah dari
Ijan ayah dari Sukijan dan Yadi yang hingga kini (2008) masih hidup. Sareman
juga memiliki keturunan yang diperkirakan hasil pernikahan dengan wanita
pribumi bernama : Singodiwiryo, Tumpak dan Sukijah. Singodiwiryo belakangan
menjabat sebagai Kepala Desa Sirahan Ke-3 dan memiliki keturunan : Kaseh,
Sakinah, Sadino dan H. Abdullah yang anak cucunya kini hampir “memenuhi” Desa
Sirahan.
Akhir Masa
Penjajahan Kepala Desa Sirahan terakhir yang mengalami masa penjajahan adalah
Singo Guno. Menurut kisahnya, Singo Guno sering mendatangi kediaman pamongnya
dengan naik kuda. Pakaian dinas Kepala Desa waktu itu pakaian adat Jawa.
Kamituwo dan kebayan berpakaian hitam dengan tanda khusus pada lengannya.
Kamituwo ber-polet dua dan kebayan ber-polet satu. Tugas utama Kepala Desa
adalah menarik pajak. Pada masa pemerintahan Singo Guno, pembayaran pajak
berlangsung setiap hari Rabu. Kesadaran masyarakat membayar pajak tahunan
sangat besar bahwa jika saatnya membayar pajak namun belum memiliki uang, jual
ternak pun dilakukannya. Untuk mengingatkan masyarakat membayar pajak, cukup
dengan memukul gendhong. Setiap Desa pada masa itu memiliki brankas besi untuk
menyimpan uang pajak yang setiap saat diambil Petugas Kepolisian PP dari
Setenan (Kecamatan).
Menjelang akhir masa jabatan Singo Guno,
penduduk Sirahan mengalami penderitaan akibat penjajahan Jepang. Jika pada masa
penjajahan Belanda masih banyak orang berpakaian dari kain, tahun 1942 - 1945
berpakaian dari karung goni, tikar pandan, bahkan pohon ringin. Karena pakaian
dari karung goni dan tikar, maka kutu (tumo, tinggi) pun banyak menempel. Untuk
mematikan kutu sering digunakan air panas yang dimasukkan dalam botol lalu
digosokkan. Dibandingkan Belanda, pemerintahan Jepang lebih sadis. Mereka
menguras habis bahan makanan sehingga penduduk kelaparan akibat Kuminyai, yaitu
kebijakan Jepang merampas seluruh hasil panen penduduk. Jepang memberikan
perintah agar setiap terdengar bunyi sirine, semua orang harus bersembunyi. Hal
itu sebagai siasat Jepang. Disaat orang bersembunyi, Jepang mengangkut hasil
panen yang sebelumnya dikumpulkan di kediaman Kepala Desa. Penduduk yang ingin
menyisakan hasil panen harus pandai-pandai menyembunyikan di langit-langit
rumah atau ditanam dalam tanah. Itupun sangat beresiko. Untuk mencari kebutuhan
makan, sebagian penduduk ada yang mencari suwek, gadung dan apa saja yang dapat
ditemui di hutan-hutan. Bahkan, kepithing sungai (yuyu), wawung, kecoa,
kalajengking, kelabang, jangkrik dan jungkruk pun menjadi makanan lezat. Dan
pada zaman itu, sebagian penduduk merasa pesta besar kalau ada sapi atau kerbau
mati. Yang berebut dagingnya bukan hanya sebagian orang dari dalam desa saja.
Orang dari desa lain pun banyak yang berdatangan. Pada masa pemerintahan Singo
Guno, yang menjabat sebagai Carik adalah Sukarjo, warga Sirahan asal Desa
Medani, dilanjutkan Kromo Masno, warga Sirahan asal Karangsari cluwak. Kamituwo
dijabat Samplong dan Padiyah Godeg, kebayan oleh Sarkawi dan modin dijabat
Abdul Rosyid asal dukuh Gili Kidul, dan dilanjutkan Maridin. Zaman Kemerdekaan.
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, sistem
pemerintahan desa mengalami perombakan. Pemerintahan Singo Guno berakhir pada
tahun itu juga. Pemilihan Kepala Desa pertama pada zaman kemerdekaan
diselenggarakan di halaman SR-Mojo (kini SDN Sirahan 01) dan diikuti lima
calon. Yaitu : Sariman, Kusnan, Ruslan, Sutahar dan Tamsir. Calon Kepala Desa
dapat saja menyalonkan diri tanpa melalui ujian. Bahkan Sariman yang kemudian
terpilih, semula tidak mempersiapkan diri. Beberapa malam menjelang atak
(Pilkades) malah ikut jagong di rumah calon lain. Tugas utama Kepala Desa hanya
menarik pajak dan mengamankan desa. Sistem pemerintahan berjalan secara
tradisional. Kepala Desa tidak pernah berpidato dihadapan masyarakatnya. Namun,
penghormatan masyarakat terhadap Kepala Desanya masih tinggi. Musim Tikus
Dibawah kepemimpinan Presiden pertama RI Ir Soekarno, taraf hidup masyarakat mulai meningkat, bahkan 10
tahun dari kemerdekaan itu, sudah melaksanakan pemilu untuk pertama kalinya.
Setelah sedikit bernapas lega, penduduk Sirahan mengalami kelangkaan pangan
karena musim tikus pada tahun 1963. Hampir satu tahun tikus mengganas
menghabiskan seluruh tanaman, mulai ketela, jagung, padi, bahkan buah yang
bergantung pada pohon pun dimakan, bahkan orang tidur pada malam hari pun
terkadang jari-jari kakinya luka dikrikiti tikus. Setelah musim tikus, tahun
1965 PKI (Partai Komunis Indonesia) berontak. Tahun 1966 terjadi lagi musim
paceklik panjang. Musim tikus datang lagi untuk yang kedua kalinya, namun itu
hanya berlangsung 3 bulan. Secara umum, saat itu penduduk Sirahan hidup dibawah
garis kemiskinan. Namun demikian, pada pertengahan tahun 60-an ini masyarakat
Sirahan tetap menjalankan tradisi keagamaannya. Setiap tanggal 12 Maulid,
seluruh penduduk berkumpul di kediaman Kepala Desa memperingati hari kelahiran
Nabi Muhammad SAW dan masing-masing membawa tumpeng. Acara itu identik dengan
“pesta desa”. Dan yang menikmati tumpeng itu bukan penduduk setempat saja.
Penduduk dari desa sekitar pun ikut bergabung. Dan saat “pesta desa” itu
Perangkat Desa pun dapat upeti dari masyarakat. Dengan mengedarkan bakul
(cething) hadirin memasukkan uang logam. Kondisi masyarakat Desa Sirahan mulai
meningkat taraf kehidupannya pada akhir tahun 1970. Kehidupan beragama yang
semula hanya berpusat di lingkungan tengah, mulai merambah ke pinggiran desa.
Rumah tembok mulai banyak dibangun, kesadaran memberikan pendidikan pada
anak-anak mulai tumbuh.
SIRAHAN GILI KIDUL
Sirahan Gili Kidul adalah sebuah dukuh kecil yang berada di pinggiran timur desa sirahan dengan nuansa Tangkluan, Kolot, tak berpendidikan,dan yang paling parahnya belum melekatnya jiwa keislaman pada sebagian masyarakat Sirahan Gili Kidul dalam kehidupan sehari-hari. Dukuh yang berada di bagian timur wilayah desa Sirahan kecamatan Cluwak kabupaten Pati Jawa Tengah ini dihuni sekitar 100 KK atau sekitar 400 jiwa. Karena letaknya di dataran tinggi bukit desa Sirahan, maka tidak heran apabila dukuh kecil ini memiliki ratusan jiwa. Lokasi desa ini tergolong strategis karena mudah dijangkau dari berbagai penjuru karena dilalui jalan raya yang menghubungkan antara kota pati dan kota jepara. Sudah selayaknya apabila laju pertumbuhan ekonomi dan pendidikan tampak relative lebih lancar. Khususnya perkembangan pendidikan, terbukti dengan tumbuhnya lembaga pendidikan formal yang berada tepat di sebelah pemukiman masyarakat dukuh Sirahan Gili Kidul yaitu SMKN 01 Cluwak dan tepat disebelahnya berdiri Perumahan yang pada saat ini baru dibangun dan di tangani oleh salah satu CV terkenal.
Sirahan Gili Kidul adalah sebuah dukuh kecil yang berada di pinggiran timur desa sirahan dengan nuansa Tangkluan, Kolot, tak berpendidikan,dan yang paling parahnya belum melekatnya jiwa keislaman pada sebagian masyarakat Sirahan Gili Kidul dalam kehidupan sehari-hari. Dukuh yang berada di bagian timur wilayah desa Sirahan kecamatan Cluwak kabupaten Pati Jawa Tengah ini dihuni sekitar 100 KK atau sekitar 400 jiwa. Karena letaknya di dataran tinggi bukit desa Sirahan, maka tidak heran apabila dukuh kecil ini memiliki ratusan jiwa. Lokasi desa ini tergolong strategis karena mudah dijangkau dari berbagai penjuru karena dilalui jalan raya yang menghubungkan antara kota pati dan kota jepara. Sudah selayaknya apabila laju pertumbuhan ekonomi dan pendidikan tampak relative lebih lancar. Khususnya perkembangan pendidikan, terbukti dengan tumbuhnya lembaga pendidikan formal yang berada tepat di sebelah pemukiman masyarakat dukuh Sirahan Gili Kidul yaitu SMKN 01 Cluwak dan tepat disebelahnya berdiri Perumahan yang pada saat ini baru dibangun dan di tangani oleh salah satu CV terkenal.
Sirahan termasuk desa sebab:
1.sirahan masih banyak orang-orang yang bekerja sebagai petani
2. masih banyak sawah
3.orang sirahan juga belum meniru cara
berpakaian orang-orang barat
4.masyarakatnya masih suka kerja
bakti dan gotong royong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar