Jumat, 19 September 2014

makalah hiperbilirubin



MAKALAH
SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI
HIPERBILIRUBIN

 

KELOMPOK TIGA :
AHMAD ADI
MAULAYA ZULFA F.
M. ILHAM
NINGSIH
NURUL ISTOQOMAH
RINDA BADI NOVTARI
SILFI RUSDIANA
SULISTYORINI
WAHYU NILAM
ZACKA LUTFI MUBAROK


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2014


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik yang berjudul “Makalah Penyakit Hiperbilirubin“ makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses pembelajaran pada mata kuliah Sistem Imunitas dan Hematologi.
Meskipun telah berusaha segenap kemampuan, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari kemudian.
Akhir kata, penyusun berharap makalah semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di Fakultas Ilmu Keperawatan.


Ungaran, 19 Septemner 2014


Penysun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus merupakan salah satu penyakit yang berkaitan dengan sistem imun. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?
1.2.2 Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin ?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin?
1.2.4 Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubini?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, ?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin?
1.2.7 Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin?
1.2.8 Bagaimana proses asuhan keperawatan pada penyakit hiperbilirubin?

1.3  Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui deskripsi tentang definisi hiperbilirubin.
1.3.2 Untuk mengetahui deskripsi tentang penyebab terjadinya hiperbilirubin.
1.3.3 Untuk mengetahui gambaran tentang manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin.
1.3.4Untuk mengetahui gambaran tentang komplikasi yang terjadi pada penyakit  hiperbilirubin.
  1.3.5 Untuk mengetahui gambaran tentang patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin.
1.3.6   Untuk mengetahui deskripsi tentang pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin.
1.3.7   Untuk mengetahui gambaran tentang penatalaksanaan penyakit hiperbilirubin.
1.3.8   Untuk mengetahui gambaran tentang proses asuhan keperawatan pada bayi dengan  penyakit  hiperbilirubin.


BAB II
PEMBAHASAN

1.       HIPERBILIRUBIN
A.  DEFINISI
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
            Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
        Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
         Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
         Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
          Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314)

B. METABOLISME BILIRUBIN
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran hemoglobin ,dan 25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan pirolase .satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin .bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
a) Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat pada hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongan
darah (Rh, ABO antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
b) Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD).
c) Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian di angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-lain. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak (terjadi krenikterus).
d) Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

C. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Arief ZR, 2009. hlm. 29)

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
A. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1.    Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2.   Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3.   Gangguan konjugasi bilirubin.
4.   Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup.
5.    Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6.    Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
7.    Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
8.    Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
9.      Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
10.    Gangguan transportasi.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
11.    Gangguan dalam ekskresi.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

B. Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
Faktor Maternal
_ Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
_ Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
_ _Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
_ ASI
Faktor Perinatal
_ Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
_ Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Faktor Neonatus
_ Prematuritas
_ Faktor genetic
_ _Polisitemia
_ _Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
_ _Rendahnya asupan ASI
_ _Hipoglikemia
_ _Hipoalbuminemia

E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f)Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1.   Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.    Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 μmol/l.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.

G. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b.  Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2.   Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3.   Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4.   Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5.   Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6.   Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini

I. PENATALAKSANAAN
                     Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus 
Albumin dan Therapi Obat.

Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram  harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI HIPERBILIRUBIN

Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
A. Pengkajian
1.   Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
a)Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b)Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c)Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d)Riwayat inkompatibilitas darah
e)Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika et al, 2006).
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar(Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).

Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer
Zona indirek         Bagian tubuh yang kuning                Rata-rata serum bilirubin
1                           Kepala dan leher                              100
2                           Pusat-leher                                       150
3                           Pusat-paha                                       200
4                           Lengan+Tungkai                              250
5                           Tangan+Kaki                                   >250

Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer
Sumber:Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi ш Media Aesculapius FK UI.2007:504
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).

3.   Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4.   Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul :
1.   Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder fototherapi.
2.   Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi.
3.   Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
4.    Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
5.   Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
6.   Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
7.    Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit, infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
8.   PK : Kern Ikterus

C.   INTERVENSI KEPERAWATAN
1.    Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
-     Jumlah intake dan output seimbang
-     Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
-     Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :
a.       Kaji reflek hisap bayi
( Rasional/R : mengetahui kemampuan hisap bayi )
b.      Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
(R: menjamin keadekuatan intake )
c.       Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
( R : mengetahui kecukupan intake )
d.      Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )
e.       Timbang BB setiap hari
(R : mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi).

2.   Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi dan rasionalisasi :
a.   Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam
(R : suhu terpantau secara rutin )
b.    Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres dingin serta ekstra minum
( R : mengurangi pajanan sinar sementara )
c.   Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
( R : Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).

3.    Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria :
·     tidak terjadi decubitus
·      Kulit bersih dan lembab
Intervensi :
a.       Kaji warna kulit tiap 8 jam
(R : mengetahui adanya perubahan warna kulit )
b.      Ubah posisi setiap 2 jam
(R : mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama ).
c.       Masase daerah yang menonjol
(R : melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
d.      Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
( R : mencegah lecet )
e.       Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )

4.      Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
a.       Bawa bayi ke ibu untuk disusui
( R : mempererat kontak sosial ibu dan bayi )
b.      Buka tutup mata saat disusui
(R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )
c.       Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
(R: mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
d.      Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
( R: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
e.       Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
(R: mengurangi beban psikis orangtua)

5.      Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi :
a.       Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
( R : mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
b.      Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya
( R : Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit )
c.       Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi)

6.      Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )
Intervensi :
a.       Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
( R : mencegah iritasi yang berlebihan).
b.      Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir
(R : mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif )
c.       Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam
(R: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata )
d.      Buka penutup mata setiap akan disusukan.
( R : memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu ).
e.       Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
( R : memberi rasa aman pada bayi ).

7.      Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
a.       Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
(R : menjamin keadekuatan akses vaskuler )
b.      Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan
( R : mencegah trauma pada vena umbilical ).
c.       Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan
(R: mencegah aspirasi )
d.      Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur
( R : mencegah hipotermi
e.       Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar
( R : mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0
f.       Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit, kejang
selama dan sesudah tranfusi
(R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih dini )
g.       Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
(R : dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan )

8.      PK Kern Ikterus
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda awal kern ikterus bisa dipantau
Intervensi :
a.       Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar, letargi , epistotonus, dll)
b.      Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.



BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Diagnosa keperawatan pada penderita hiperbilirubin, antara lain:
_ Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice yang ditandai dengan kulit wajah dan dada tampak kuning.
_ Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke jaringan.
_ Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi ke jaringan.
_ Resiko Gangguan Tumbuh Kembang.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatn, perawat juga harus menerapkan universal precaution agar keselamatan penderita dan perawat dapat terjaga.



DAFTAR PUSTAKA

Repository. usu. ac. id/ bitstream /123456789/37957/4/Chapter II.pdf
http://www.docstoc.com/myoffice/recommendations?docId=48037619&download=1
http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.

1 komentar:

  1. Artikel lengkap tentang keperawatan, kebidanan, kedokteran dan penyakit ada di woosci.blogspot.com

    woosci.com

    BalasHapus